Rabu, September 10, 2008

Ketidakjelasan Pelaksanaan Eksekusi, Menyiksa Mental Amrozi Cs.


Eksekusi terhadap tiga terpidana mati Bom Bali (Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas) akhirnya ditunda untuk waktu yang belum dijelaskan. Pada awalnya Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, akan mengeksekusi pelaku pemboman di Kuta Bali itu sebelum puasa. Tetapi atas desakan dari penasihat hukum ketiga terdakwa, Mahendradatta, akhirnya eksekusi ditunda setelah puasa. Tapi penundaan itu tidak jelas, kapan waktunya, apakah setelah puasa tahun ini atau setelah puasa tahun depan.

Kejaksaan Agung harus tegas menentukan kapan eksekusi terhadap tiga terpidana mati Bom Bali dilakukan. Sebab, jika terjadi tarik ulur sama saja dengan menyiksa perasaan para terpidana itu. “Kalau mau dieksekusi segara, kalau mau diampuni juga segera,” demikian kata Lukas Sukarmadi, SH kepada BOGOR REVIEW di Jakarta, Rabu (10/9).

Lukas menegaskan, Kejagung juga harus memperhatikan perasaan para terdakwa. Jangan sampai, perasaannya teraduk-aduk oleh jadwal eksekusi yang tidak pasti. “Meski statusnya sebagai terdakwa, tetapi ia masih punya hak untuk mendapatkan rasa aman,” papar Lukas.

Lebih jauh Lukas menegaskan bahwa, meskipun Amrozi cs sudah dieksekusi, masih akan muncul Amrozi-Amrozi yang lain. “Amrozi cs tidak bekerja sendiri. Masih banyak Amrozi-Amrozi lain yang bekerja di belakang semua itu. Boleh jadi, cs cs Amrozi itu adalah kelompok terlatih yang kini berkeliaran di tengah masyarakat. Kita tak pernah
tahu itu, karena semuanya bekerja secara silent,” katanya.

Lukas juga menyangsikan bom yang katanya dirakit oleh Amrozi. “Secara pribadi saya tidak pernah percaya. Kalau merakit bom senter, merakit bom petromax, merakit bom pipa, bom molotv, itu mungkin saja dilakukan oleh Amrozi CS. Tapi kalau merakit dengan daya ledak seperti di Bali, bagi saya itu bukan kerjaan Amrozi ansih,” paparnya.

Sementara itu bersamaan dengan penundaan eksekusi tersebut, tim pengacara hukum bom Bali tengah mengajukan Judicial Review (uji material) ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan uji material diajukan pada Rabu (6/8) yang menyoal UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim Pembela Muslim menganggap, eksekusi mati dengan cara ditembak mati, tidak sesuai dengan UUD 1945. Alasannya, UU tersebut dibentuk DPR GR (Gotong Royong) yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden, bukan Pemilu.

Selain itu, eksekusi mati dengan cara ditembak adalah penyiksaan. Soalnya, jika tidak mati ditembak di jantung, maka ditembak hingga mati di pelipis.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga, pengajuan judicial review tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi Amrozi Cs. Kejaksaan Agung menyatakan, eksekusi Amrozi akan dilaksanakan setelah proses administrasi dan hukum Amrozi Cs tuntas. “Judicial review tidak ada kaitannya dengan eksekusi,” tegas Abdul Hakim Ritonga di Jakarta.

Ditegaskan Ritonga, sesuai UU Nomor 2/PNPS/1964, maka eksekusi terpidana mati tetap dilakukan dengan cara ditembak mati. “Kalau kuasa hukum Amrozi Cs menganggap itu penyiksaan, kami menganggap itu bukan penyiksaan,” lanjut Ritonga.

Jika MK mengabulkan permohonan judicial review Amrozi Cs, Kejaksaan tetap melaksanakan eksekusi Amrozi dengan ditembak mati. “Kalau dikabulkan, tidak menghalangi eksekusi. Itu hanya berlaku untuk ke depan. Kalau sekarang, tetap pakai cara itu (tembak mati),” tegasnya.
Ditambahkan Ritonga, persiapan untuk eksekusi Amrozi Cs sampai saat ini terus berlangsung.

Pihaknya tidak terganggu oleh pengajuan judicial review tersebut. Belum dilaksanakannya eksekusi terhadap Amrozi Cs, karena masih ada syarat administrasi yang harus dilengkapi. “Secara yuridis, sudah bisa dilaksanakan. Tapi non yuridis, masih dilengkapi,” ujarnya. Sadewo