Senin, Agustus 25, 2008

Lukas Minta Baharuddin Aritonang cs Tidak Melarikan Diri


Salah satu penerima dana suap BLBI sebesar Rp250 juta, Baharuddin Aritonang diminta untuk tidak melarikan diri. Permintaan itu dilontarkan oleh pengamat hukum Lukas Sukarmadi, S.H. di Jakarta Senin, 25 Agustus 2008.

Lukas menegaskan, setiap orang yang diduga tersangkut masalah hukum sebaiknya tidak melakukan perjalanan ke luar negeri untuk memudahkan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk itu, lanjut Lukas, Depkumham segera mengeluarkan surat cekal bagi siapapun yang tersangkut masalah korupsi, termasuk Baharuddin Aritonang.

Pencekalan itu, kata Lukas, sebaiknya dilakukan sedini mungkin agar tidak kecolongan. “Jangan sampai, orangnya sudah kabur, baru sibuk memikirkan pencekalan,” kata Lukas mengingatkan.
Sementara itu, KPK berjanji akan menindaklanjuti pernyataan tersangka aliran dana BI Anthony Zeidra Abidin yang mengaku diperas anggota BPK Baharuddin Aritonang dan Abdullah Zaini.

Ketua KPK Antasari Azhar juga berjanji akan mengusut kasus itu bila dalam penyelidikan ditemukan indikasi pidana dari pengakuan mantan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu. “Kalau ada indikasi yang muncul, kita akan lakukan pengumpulan data. Jika memang ternyata kelihatan, baru penyidikan dan mengumpulkan alat bukti,” kata Antasari Azhar seusai diskusi dalam Sidang Paripurna Khusus DPD, Jakarta.

Jika sejauh ini belum menetapkan Baharuddin Aritonang sebagai tersangka, karena menurut Antasari, KPK membutuhkan bukti kuat tentang adanya pemerasan agar kasus itu bisa diusut. Kita juga menggunakan prosedur standar menangani setiap kasus dan bertindak profesional. Untuk itu, lanjut Antasari,“Kalau kita abaikan maka KPK bisa dianggap tidak profesional. Ini bahaya,” katanya.

Seperti diberitakan banyak media, Anthony mengaku diperas Baharuddin Aritonang sebesar Rp500 juta. Pernyataan itu dikemukakan saat bersaksi di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Anthony mengaku Baharuddin merupakan teman Anthony semasa duduk di Komisi IX DPR periode 1999-2004. Berdasarkan pengakuanWakil Gubernur Jambi itu, pemerasan pertama terjadi saat Anthony dan Hamka Yandhu dipanggil BPK untuk menjelaskan mengenai hasil audit staf pemeriksa keuangan. Saat itu keduanya diundang untuk berbincang di Restoran Basara, Gedung Summit EmasTower.

Di tempat itu, Baharuddin Aritonang mengemukakan isi hatinya mengenai uang yang diterima Anthony dari Bank Indonesia. Pemerasan kedua terjadi saat BPK memerlukan dana untuk amandemen UU BPK. Waktu itu Wakil Ketua BPK Abdullah Zaeni, melalui Hamka Yandhu, meminta uang sebesar Rp500 juta. Namun, lagi-lagi Anthony tidak memenuhi permintaan tersebut. Menurut Anthony, dia tidak mampu untuk memberi uang sebanyak itu dengan gajinya yang hanya Rp6,5 juta per bulan.

Namun Aritonang membantah pengakuan Anthony.“Nanti di persidangan kita lihat, bukan tidak mungkin yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi di persidangan,” katanya.
Kasus aliran dana BI menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta Denny Indrayana, harus segera dituntaskan. Untuk itu ia mendesak KPK menindaklanjuti keterlibatan dua petinggi BPK. “KPK sebenarnya sudah mengetahui perkara ini. Hanya, belum ingin menjadikan prioritas. Apalagi, banyak nama yang muncul dalam fakta persidangan. Saya harap KPK bisa lebih cepat menindaklanjuti ini,” kata Denny.

Menurut Denny, kendati KPK belum memprioritaskan pemeriksaan pada dua petinggi BPK itu, ia berharap ada perhatian dari lembaga pemberantasan korupsi. Apalagi, lanjut dia, Ketua BPK Anwar Nasution telah menyerahkan sepenuhnya dugaan keterlibatan dua anggotanya pada KPK. “Jadi, tunggu apa lagi,” katanya. (Sadewo)

Rabu, Agustus 20, 2008

Wiranto,”Pemimpin Harus Punya Keberanian dengan Risiko Apapun”.

Partai yang paling getol membangun kesiapan kader tampaknya hanya partai Hanura. Setiap tiga bulan sekali Partai pimpinan Jenderal (Purn.) Wiranto ini melakukan diklat. Pada diklat yang keempat ini Wiranto menegaskan perlunya militansi setiap kader. “Kita ingin punya kader partai yang berkualitas,” kata Wiranto.

Menurut Wiranto, setelah tiga kali melakukan TOT (Training of Trainers) atau diklat, animo dari para kader di daerah sungguh sangat besar, sehingga DPP HANURA perlu membuka kembali TOT yang seyogyanya sudah selesai. Hari ini Jumat, 15 Agustus 2008, adalah TOT ke empat, yakni diklat tambahan atas permintaan daerah. Mereka siap untuk melaksanakan diklat ini dengan senang. Oleh karena itu, kalau jumlahnya tidak seperti biasanya (biasanya 360 orang), sekarang ada 200, karena yang lain, para kader sudah siap melakukan langkah-langkah terakhir dalam rangka pencalegan. Oleh karena itu, beberapa kader tidak bisa hadir ke Jakarta. Pembukaan dilakukan pada sore hari ini, dan akan berlangsung hingga Minggu, 17 Agustus 2008 yang akan saya tutup sendiri.

Apa dasar penentuan caleg yang dilakukan oleh HANURA?
HANURA adalah partai baru. Partai ini dengan susah payah kita bangun dari nol. Ternyata, dalam kurun waktu dua tahun, Partai HANURA telah menduduki satu rangking yang cukup baik dan terhormat di antara parai baru yang lainnya. Berbagai test telah kita lalui, seperti verifikasi tahap pertama dari Depkumham, partai HANURA dinyatakan lulus terbaik, verifikasi tahap kedua oleh KPU, verifikasi administrasi, Partai HANURA sekali lagi dinyatakan sebagai partai dengan predikat lulus sangat memuaskan. Baru kemudian disusul dengan verifikasi aktual oleh KPUD, ternyata lolos dengan predikat sangat baik. Artinya, ini semua merupakan jerih payah dari kader-kader partai yang secara struktural membangun partai ini. Pengabdian, dedikasi, dan pengorbanan mereka, dihargai oleh partai.

Oleh karena itu saat penjaringan celag, mereka kita persilahkan sebagai kader pertama yang masuk dalam proses pencalegan. Tetapi, kita juga menghargai bahwa suara rakyat merupakan sesuatu yang riil, sesuatu yang tidak dapat kita pungkiri kebenarannya. Maka, pilihan rakyat juga menjadi perhitungan kita. Ini yang menjadi pertimbangan untuk menentukan pencelegan ini. Dengan demikian, barangkali Partai HANURA mengambil langkah yang berbeda dengan partai-partai yang lain, bahwa kami tidak mengikuti secara utuh apa yang ditetapkan oleh KPU, yakni nomor urut tetap diperhitungkan, tetapi juga memperhitungkan 30% dari BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) sebagai calon yang bisa mengeliminasi dari nomor urut.

Untuk HANURA, nomor urut tetap kita lakukan, tetapi nomor urut tereliminasi ketika ada kader partai yang mendapat suara 15% dari BPP. Itu sudah cukup untuk mengelimiasi nomor urut. Dengan demikian, ada perimbangan, di satu sisi penghargaan partai Hanura terhadap pengabdian, pengorbanan, dan dedikasi dari para struktural partai, tetapi di sisi lain kita hormati hak-hak masyarakat untuk memilih yang terbaik wakil mereka.

Secara prinsipil kita tidak mutlak memberlakukan seperti aturan KPU 30% dari BPP, tetapi juga tidak bebas. Tetapi kita memberlakukan 15 persen dari BPP untuk mengeliminasi nomor urut. Kalau ada banyak caleg yang melebihi 15% dari BPP, maka akan dipilih yang terbanyak.

Kapan Anda mendeklarasikan sebagai capres?
Ada permintaan yang sangat kuat dari internal Partai Hanura, terutama tatkala Rapim, hampir semua daerah mendorong Ketua Umum Partai Hanura untuk segera mendeklarasikan dirinya menjadi capres. Wacana itu ada, tetapi untuk deklarasi calon presiden, Partai Hanura saat ini masih terkonsentrasi pada pengembangan kekuatan partai politik. Karena ke depan nanti, pemerintah yang kuat hanya bisa dibangun oleh pemimpin yang di-back up politik yang kuat. Dasar realitas itu maka Hanura sekarang mengkonsentrasikan diri dahulu untuk membesarkan partai, memenangkan Pemilu 2009. Kapan waktu yang tepat pendeklarasian saya menjadi capres, akan kamu beritahukan kemudian.

Andai Anda jadi Presiden apa yang akan Anda lakukan?
Saya tidak mau berandai-andai. Tetapi bagi saya, siapapun yang menjadi pemimpin ke depan, harus memiliki satu tekad yang kuat untuk mengubah nasib negeri ini. Perubahan itu bisa dilakukan kalau sang pemimpin ini sudah dapat melepaskan keterikatannya dengan pengelompokan politik. Artinya, jangan sampai ada interest-interest politik secara parsial yang membelenggu sang pemimpin, sehingga dia memposisikan dirinya menjadi dua. Yang satu pemimpin politik yang parsial, satu lagi pemimpin Republik Indonesia. Pemimpin harus punya keberanian dengan risiko apapun untuk mengambil keputusan berupa kebijakan-kebijakan publik yang benar-benar langsung berpihak kepada masyarakat. Jangan sampai ada interes lain yang mengganggu dia untuk selalu mempertimbangkan keputusan yang seyogyanya diambil, kalau itu merupakan keputusan yang berpihak kepada masyarakat. Itu permikiran saya, agar pemimpin ke depan nanti dapat menyelesaikan problem nasional. Tapi, kalau lebih luas lagi, maka saya bisa mengatakan, bahwa siapapun yang menjadi pemimpin ke depan, harus tahu problem yang dihadapi negeri ini, bangsa ini. Problemnya apa, sangat complicated, multidimensional. Kalau pemimpin tidak tahu problem, untuk apa jadi pemimpin. Tahu problem saja juga tidak cukup, pemimpin harus tahu solusinya. Tahu solusi saja juga belum cukup. Tahu problem, tahu solusi, dan juga harus bisa menjadi eksekutor. Tiga syarat itu harus dimiliki oleh calon pemimpin ke depan. Apakah itu saya, yang lain atau siapapun, terpulang kepada kompetisi yang akan kita lakukan secara bebas.

Pak tambahan satu lagi?
Wis, aku arep mbuka diklat.

Satu pertanyaan saja!
Opo to opo to.

Bagaimana Anda melihat gerakan anti SBY yang semakin mengkristal akhir-akhir ini?
Saya belum dengar. Wis dulu ya. Saya mau mbukak dulu.

Selasa, Agustus 12, 2008

Lukas Sukarmadi, SH,”Borgol Koruptor Tidak Melanggar HAM”

Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal penggunaan seragam khusus dan borgol bagi tersangka maupun terdakwa kasus dugaan korupsi mendapat reaksi yang beragam. Menurut Lukas Sukarmadi SH, dari Trisaka Law Firm International, pemborgolan terhadap tersangka korupsi tidak melanggar hak asasi manusia.

Namun, pengenaan borgol tidak berarti semua koruptor harus diperlakukan serupa. "Seseorang yang masih diduga sebaiknya tidak perlu memakai baju khusus, apalagi koruptor kelas teri, karena tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan," kata Lukas kepada Bogor Review, Selasa (12/08) di Jakarta.

Lukas berpendapat, para koruptor kelas teri belum tentu ikut menikmati hasil korupsinya. Terkadang mereka hanya menjadi korban dari pelaku utama yang justru tidak disentuh oleh penegak hukum. Maka, sebaiknya mereka tidak perlu diborgol.

Lebih lanjut Lukas menyatakan dapat memahami keinginan masyarakat mendukung upaya KPK. Sebab, publik sudah merasa geram dengan perilaku para koruptor yang merugikan negara. Namun, di mata masyarakat yang sudah mengetahui seluk beluk hukum dan permainannya akan berkata lain karena terkadang para koruptor yang dipenjara hanyalah korban. “Jadi, masyarakat harus jeli melihat permainan di dunia hukum kita,” paparnya.

Menurut Lukas, pemakaian seragam khusus kepada para koruptor memang perlu, dan yang jelas hal seperti itu tidak melanggar HAM. Lukas juga mencontohkan bahwa hakim dan jaksa yang sedang bertugas juga menggunakan seragam khusus sebagai ciri sedang melaksananakan tugas memeriksa perkara pada sidang pengadilan.

Oleh karena itu, menurut Lukas, jika terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi diberi pakaian atau seragam khusus sebagai ciri mereka, hal itu juga tidak masalah. “Contoh seperti ini menunjukkan ciri bahwa terdakwa korupsi sedang bermasalah, walaupun memakai jas dan dasi tanpa warna dan modelnya didesain khusus," kata pengacara muda ini.

Usulan KPK, lanjut Lukas, perlu segera diterapkan untuk menimbulkan budaya malu dan menciptakan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

Lukas mengingatkan pihak pengadilan harus segera memulihkan nama baik para terdakwa jika di kemudian hari terbukti tidak bersalah. “Jika nanti terdakwa kasus korupsi dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, negara harus merehabilitasi namanya,” pesan Lukas.

Lukas mengaku prihatin terhadap adanya tingkah laku para koruptor yang terkesan merasa tidak bersalah. Bahkan, saat masuk penjara, para koruptor sambil tertawa atau tersenyum, mengenakan pakaian jas dan dasi lengkap dengan pengawalan tersendiri. (Sadewo).



Rabu, Agustus 06, 2008

Calon Bupati Bogor Diduga Terlibat Korupsi

Kasus aliran dana BI ke DPR menjadi berita hangat di seluruh media nasional sepakan ini. Bahkan beberapa media menulis daftar anggota DPR periode 1999-2004 yang menerima duit lengkap dengan jumlahnya. Daftar itu memanjang dan berurutan dari satu fraksi satu ke fraksi yang lain. Paskah Suzetta dari Golkar misalnya ditulis menerima Rp 1 miliar. Lalu MS Kaban dari PBB menerima Rp 300 juta.

Yang jadi pertanyaan, kenapa media tidak kritis kalau anggota DPR dari PKS juga ada yang menarima. Dia adalah TB Soenmandjaja. Saat itu dia bergabung dalam Fraksi Reformasi karena Partai Keadilan (sekarang PKS) tidak cukup kuota menjadi fraksi sendiri. Semua perhatian media focus ke partai besar. Pada saat bersama PKS mengambil keuntungan dengan teriak-teriak sebagai partai bersih.

Pada saat daftar ini muncul dari persidangan Hamka Yandhu, petinggi PKS sempat kelimpungan dan bikin rapat mendadak di Mampang Prapatan. Tapi, tidak ada media yang menulis esok harinya. Keresahan petinggi PKS beralasan sekali. Bukan cuma berdampak pada citra partai, tapi TB Soenmandjaja sekarang sedang menjadi calon Bupati Bogor yang diusung PKS.

Kasus Bogor sangat menarik. Untuk pemilihan bupati, PKS mencalonkan penerima suap BI. Sedangkan untuk pemilihan Wali Kota Bogor, PKS mengajukan Ahmad Ru'yat sebagai calon wakil wali kota. Padahal Ahmad Ru'yat tersangkut kasus korupsi Wakil Wali Kota Bogor Ahmad Sahid yang sekarang jadi tahanan rumah.

Apakah kasus korupsi PKS yang lupur dari media ini merupakan hasil operasi intelejen PKS yang dijalankan Soeripto? Semua tahu Soeripto adalah anggota DPR dari PKS. Dia bekas petinggi BAKIN. Mari renungkan bersama. Jangan sampai kita tertipu oleh pencintraan dan slogan-slogan bersih yang dikampanyekan PKS. (abu matta)