Kamis, Maret 17, 2011

Indonesia Tak Cocok Kembangkan Kincir Angin

Sejujurnya Indonesia tidak memiliki potensi energi yang dihasilkan oleh angin layaknya di negeri Belanda. Sebab iklim di Indonesia yang beriklim tropis jauh berbeda dengan iklim di Eropa. Maka dari itu, Indonesia kurang berpotensial untuk energi angina maupun tenaga surya. Mengapa kurang potensial, sebab Indonesia masuk ke dalam daerah tropis yang pergerakan anginnya selalu berubah-ubah dan perubahan cuaca yang tidak menentu, kadang panas kadang hujan. Di samping itu pergerakan anginnya cukup lemah.

Hal ini diakui sendiri oleh Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, (Ditjen EBTKE) Sugiharto Harsoprayitno, saat tanya jawab dalam diskusi yang diadakan Majalah GEO ENERGI dengan tajuk Harga BBM Naik, Saatnya Beralih ke Panas Bumi, di Hotel Century, Jakarta, Kamis (17/3/2011).

"Angin di Indonesia masih sering berubah dan lamban. Berbeda dengan Belanda atau Eropa yang bisa selama enam bulannya selalu kencang dan teratur pergerakan anginnya," ujarnya.

Di Indonesia energi angina maupun tenaga surya, sama-sama berdaya rendah. Jika menggunakan matahari, Indonesia masih sering hujan, sedangkan untuk energi angin, masih sering berubah-ubah arahnya. “Anginnya sering mlungker,” papar Sugiharto.

Namun demikian Sugiharto menjelaskan, bahwa untuk keperluan rumah tangga, energi angin di Indonesia masih bisa dimanfaatkan. Misalnya untuk keperluan penerangan di dalam rumah. Potensi ini memang ada di beberapa daerah di Indonesia yang masih perlu survei lebih lanjut. "Tetapi tidak besar," tambahnya.

Hal yang sama dikemukakan olah Mochammad Sofyan Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan (EBT) PT PLN. Ia menegaskan, meski potensinya sedikit, tetapi PLN berminat untuk mengembangkan lebih lanjut. “Ada beberapa proyek yang sedang dikembangkan oleh PLN,” katanya.

Diakui Sugiharto, angin di Indonesia bisa dikategorikan angin sepoi-sepoi atau angin-anginan. "Karena hanya di beberapa daerah saja, jadi kurang potensial untuk dijadikan energi tenaga angin, karena tingkat keekonomiannya tidak mendukung. Dalam bisnis kita pasti akan memperhitungkan untung rugi. Kalau sudah tidak ada energi sama sekali, mungkin swasta baru melirik energi angin,” pungkasnya. Ade Sutarna – Bogor Review.