Selasa, Juli 08, 2008

Lelang Aset PT Sedjahtera Penuh Tipu Daya

BOGOR REVIEW

Lelang atas aset PT Sedjahtera Industrial & Trading yang dilakukan di Hotel Salak Bogor, 4 Juli 2008, oleh KPPLN dan Kurator Permata Nauli Daulay, menyisakan tanda tanya besar. Kecurangan, manipulasi, dan sandiwara terjadi pada lelang tertutup itu.

Sebelum lelang dilakukan, ratusan massa berunjuk rasa di depan Hotel Salak menuntut agar lelang dibatalkan. Menurut salah satu peserta demonstrasi, Usep, lelang yang dilakukan saat itu, tidak adil karena penuh rekayasa. Maka, ia bersama ratusan kawan lainnya menuntut agar lelang dibatalkan, karena banyak kreditur lain yang tidak disertakan dalam pihak-pihak yang mendapat hasil lelang.

Salah satu kreditur yang dirugikan adalah PD Sumber Agung, yang beralamat di Bandung, Jawa Barat. Menurut Direktur Utama PD Sumber Agung, Darsio, pihaknya dirugikan oleh kelakuan kurator yang tidak pernah memberi tahu, kapan lelang dilakukan. “Kami divonis terlambat tidak mendaftar, sehingga kami kehilangan hak untuk mendapatkan bagian dari hasil lelang,” kata Darsio yang dilarang masuk oleh panitia lelang.

Menurut keterangan Darsio, PD Sumber Agung adalah satu-satunya kreditur yang menggugat PT Sedjahtera ke PN Cibinong. Gugatan Darsio dimenangkan oleh PN Cibinong, sehingga PT Sedjahtera diwajibkan segera melunasi seluruh hutang-hutangnya kepada Darsio secara tunai dan secepat-cepatnya. Tetapi tiba-tiba ada pengumuman lelang, tanpa sepengetahuan Darsio.

Setelah ditelusuri ternyata, PT Sedjahtera sudah dipailitkan oleh pihak lain. “Saya tanya ke kurator Daulay, siapa yang memailitkan, Daulay tidak mau menyebutkan. Saya curiga, ada permainan antara pemilik, pembeli, dan kurator. Bahkan, pihak yang melakukan pailit jangan-jangan perusahaan rekayasa,” kata Darsio.

Kecurangan yang dilakukan oleh panitia lelang di Hotel Salak menurut Darsio antara lain banyaknya kejanggalan yang terjadi, antaranya: lelang dilakukan secara tertutup, para kreditur tidak diperkenankan masuk, dan nilai lelangnya terlalu rendah yakni Rp 23,5 milyar. Padahal, harga tanah di Sentul, NJOP mencapai Rp 1 juta per meter. Sementara asset tanah PT Sedjahtera seluas 8 Ha, lebih, belum lagi asset yang ada di atasnya yang meliputi bangunan pabrik, dan besi-besi lainnya yang nilainya mencapai Rp 30 miliar.

Sepertinya, menurut Darsio, harga lelang dan siapa yang menjadi pemenangnya pun sudah ditentutan sebelumnya. “Jika ada yang menawar lebih tinggi dari harga kesepakatan, maka langsung didiskualifikasi,” katanya.

Paling tidak ada tiga peserta lelang yang dibatalkan keikutsertaannya, dan ada satu yang diminta mengundurkan diri. “Semua peserta lelang itu melakukan penawaran harga di atas harga “kesepakatan”, sehingga dengan berbagai upaya, harus dikeluarkan dari peserta lelang,” kata Darsio.

Usai lelang, Gede, pengacara PD Sumber Agung dari O.C. Kaligis mengatakan akan melakukan keberatan dan perlawanan hukum. “Saya melihat banyak kejanggalan, maka akan kami kumpulkan bukti-buktinya, baru kita bergerak,” kata Gede.

Bagaimana Proses Kecurangan Terjadi?

Lelang diikuti oleh 16 peserta lelang dengan harga limit 23.500.000.000,- Sebelumnya, peserta lelang dibagikan form pengisian oleh panitia lelang. Setelah membagikan form, Panitia Lelang tidak membacakan tata tertib lelang. Mereka hanya meminta mengisikan harga tawar yang diinginkan.

Setelah waktu yang disediakan oleh panitia lelang habis, panitia lalu meminta peserta lelang mengumpulkan penawaran dalam amplop tertutup. Panitia lalu meminta dua perwakilan peserta lelang maju ke depan untuk membantu membuka amplop satu per satu. Keanehan terjadi di sini. Dua orang yang diminta mewakili peserta tidak ditunjuk oleh pejabat dari kantor lelang, tetapi kemungkinan sudah ditentukan oleh kurator sebelumnya, sehingga gugur lah jika ada peserta lain yang ingin maju.

Tampaknya, panitia lelang sudah menetapkan harga tertinggi berikut pemenangnya dari lelang akal-akalan tersebut. Sepertinya harga lelang tertinggi yang disepakati adalah Rp 23.650.000.000,- dan pemenang yang disepakati adalah Chandru, pengusaha India asal Surabaya. Begini ceritanya. Setelah semua peserta lelang mengembalikan amplop yang dibagikan panitia lelang, maka satu per satu amplop dibuka.

Dari amplop-amplop yang sudah dibuka di depan peserta lelang, sebagian besar para peserta lelang melakukan penawaran antara 23.000.000.000 sampai 23.630.000.000. Ada satu peserta yang hanya menawar harga 23.000.000.000, yakni Henky S. Terhadap peserta yang ini, panitia tidak menegur atau memberi sanksi, padahal, dalam pengumuman di surat kabar, peserta lelang tidak boleh melakukan penawaran di bawah harga yang ditetapkan panitia.

Kecurangan secara nyata, terlihat ketika amplop yang dibuka, ada satu peserta yang melakukan penawaran melebihi angka “kongkalikong”. Dialah Muh. Mais yang menawar harga sebesar 24.000.000.000. Sejurus kemudian dicari-cari alasan, agar peserta ini dikeluarkan dari peserta lelang.

Akhirnya panitia lelang kasak kusuk di meja bagian depan mencari kesalahan itu dan saat itu pula ditemukan “kesalahan” di mana peserta ini dalam tanda tangan di atas materai tidak mencantumkan tanggal. Aneh bin ajaib, bukankah tanggal sudah tertera di bagian atas surat? Kenapa di materai harus dibubuhi lagi tanggal?

Mengapa dengan alasan yang sangat tidak masuk akal bisa membatalkan keikutsertaan dalam lelang. Yang terjadi kemudian, panitia kasak kusuk lalu memutuskan peserta tersebut didiskualifikasi. Gugurlah kesempatan Muh. Mais. Tapi aneh, orang ini tidak melakukan protes.
Kecurangan berikutnya terjadi pada peserta lelang bernama Romansyah. Belum sempat diumumkan berapa jumlah penawaran, peserta ini langsung dicoret dari daftar peserta. Tidak jelas, apa masalahnya. Lagi-lagi, Romansyah tidak melakukan protes.

Kecurangan yang ini betul-betul sangat telanjang. Peserta lelang bernama Herman Santoso menawar dengan harga Rp 23.750.000.000. Amplop sudah dibuka, jumlah penawaran sudah tertulis di papan pengumuman. Tidak lama kemudian, panitia lelang melakukan kasak kusuk, mondar mandir seperti orang panik. Tiba-tiba ada dua orang yang maju ke depan, entah apa yang dibicarakan. Orang yang maju ke depan ini, belakangan, diketahui salah satu bernama Chandru. Orang ini pula, yang kemudian menjadi pemenang.

Setelah Chandru duduk kembali di barisan tempat duduk peserta lelang, panitia mengumumkan bahwa peserta bernama Herman Santoso mengundurkan diri. Panita lalu menanyakan kepada Herman Santoso bahwa pengunduran diri tersebut tidak berdampak apapun termasuk tuntutan di kemudian hari. Salah satu peserta lelang yang membantu panitia lelang menanyakan kepada Herman,”Benar Anda mundur, tidak akan menuntut!” begitu katanya. Seperti sudah diarahkan, Herman pun mengangguk tanda setuju, tanpa ada penolakan sedikit pun.

Sebelum memutuskan pengunduran diri, ada salah satu peninjau yang langsung menghubungi Herman Santoso yang “pura-pura” mengundurkan diri. Peninjau itu menawarkan harga Rp 30 milyar. “Pak, Bapak tidak usah mundur, kami siap beli dengan harga Rp 30 milyar,” kata Peninjau itu. Tetapi si Herman tidak mau melayani tawaran Peninjau. Padahal, dalam waktu beberapa detik, ia seharusnya sudah untung lebih dari Rp 6 milyar. Ada apa?

Amplop dibuka dari nomor satu sampai nomor 16. Pengusaha India bernama Chandru berada di urutan 14. Sampai urutan amplop terakhir, tampaknya tidak ada yang melebihi harga penawaran Chandru. Maka, tidak ada kasak kusuk lagi. Akhirnya disepakati pemenangnya adalah Chandru dengan nilai tawar Rp 23.650.000.000.
Begitu juga terhadap Chandru, Peninjau melakukan pembelian atas hasil lelang yang telah dimenangkan Chandru. “Pak, bolehkah saya beli Rp 30 milyar saat ini juga,” kata sang Peninjau. Tetapi si Chandru tidak mau menjawab tantangan itu. Ada apa?

“Ini pasti ada apa-apanya,” kata Peninjau itu kesal.

Kurator Daulay Membohongi Calon Peserta Lelang

Menurut Darsio, Direktur PD Sumber Agung, ada satu peserta lelang yang haknya dikebiri oleh kurator Permata Nauli Daulay. Pada Senin, 30 Juni 2008, Darsio bersama keluarga dan calon peserta lelang datang ke kantor Daulay di kamar 606, Hotel Kartika Chandra, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Kedatangan Darsio dan rombongan ke kantor tersebut untuk menanyakan perihal daftar kreditur yang bakal mendapatkan haknya setelah pabrik dilelang. Tetapi pihak kurator tidak mau memberikan informasi itu.

Seperti diketahui, oleh PN Cibinong, PD Sumber Agung adalah pemenang dalam gugatan terhadap PT Sedjahtera, tetapi oleh kurator tidak bisa menjadi kreditur yang bakal menerima pembagian hasil lelang, karena telat mendaftarkannya. Namun Darsio berpendapat lain. “Saya sama sekali tidak tahu, kalau harus mendaftarkan ke kurator, karena tidak ada pemberitahuan,” kata Darsio.

Daulay lalu menyarankan Darsio agar membuat surat keberatan ke Pengadilan Niaga, kalau merasa dirugikan. Daulay juga mengatakan pihak Darsio kalau mau mengikuti lelang bisa mendaftar saat lelang dibuka Jumat, 4 Juli 2008. Tidakhanya itu, Daulay berjanji akan bertemu dengan pihak Darsio pada Kamis mala, 3 Juli 2008.

Mendapat janji manis seperti itu, Darsio dan rombongan pulang dengan harapan akan kembali bertemu dengan kurator untuk menanyakan mekanisme lelang, dan kemungkinan-kemungkinan lain mendapatkan hak-haknya.

Hari Kamis (03/07), sejak pagi sampai pukul 03.00 dinihari, pihak keluarga Darsio menunggu di Restoran Mc Donald di samping jalan tol Cibubur menunggu kedatangan Daulay, seperti yang dijanjikan pada Senin, 30 Juni lalu. Tapi, keluarga Darsio benar-benar dikecewakan. Malam yang dijanjikannya, ternyata bohong belaka. Daulay tidak datang, Nomor selulernya dimatikan.

Paginya, saat acara lelang berlangsung, pihak keluarga Darsio menanyakan kepada Daulay perihal ketidakhadirannya malam itu. Daulay mengatakan bahwa ia justru menunggu keluarga Darsio. Lalu didesak menunggu di mana, ia tidak bisa menjawab. Lalu ditanya kenapa HP nya dimatikan? Daulay menjawab,”Tidak kok, hp saya menyala terus,” kilahnya. Tetapi saat ditunjukkan bukti SMS yang tetap PENDING, Daulay dengan mudahnya mengatakan ,”Oh hp saya drop baterainya,” katanya tanpa dosa.

Pagi itu, pihak Darsio sudah menyaiapkan pembeli dengan membawa uang muka 11 milyar seperti yang ditetapkan dalam pengumunan. Tetapi, pintu pendaftaran sudah tertutup. “Oh, kami sudah tutup sejak kemarin,” kata Daulay.

Loh, bukankah, pada hari Senin 30 Juni 2008, Daulay menjanjikan sendiri, bisa mendaftar langsung sebelum lelang dimulai? Nyatanya, tidak bisa, dan kebohongan-demi kebohongan digelontorkan oleh mulut Daulay, kurator yang berkantor di kamar 606 Hotel Kartika Chandra, Jakarta. (wid)