Minggu, Mei 30, 2010

GM Mitsui, Yanagida Menghindar dari Wartawan

Dalam putusan selanya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan berwenang mengadili perkara gugatan PT Mitora Consulting melawan PT Mitsui Indonesia cs, terkait sengketa pembayaran jasa konsultasi bisnis. Mitsui, pihak tergugat terkesan menghindar dari wartawan.

Ketika dimintai konfirmasi terkait putusan sela PN Jakpus, General Manager Foodstuff Division Mitsui, M. Yanagida, terkesan enggan ditemui wartawan. Puluhan wartawan yang datang ke kantornya di Menara BCA lantai 52, Jakarta Pusat, Kamis (27/05) hanya ditemui sekretarisnya. “Yanagida lagi meeting,” kata Ita, sekretarisnya.

Seperti diketahui pada Selasa (25/05) PN Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa pihaknya berwenang mengadili kedua perusahaan Jepang tersebut. PN Jakpus menolak eksepsi yang disampakan tergugat.

"Menyatakan menolak eksepsi kompetensi absolut para tergugat dan menegaskan pengadilan berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini," kata Hakim Ketua Syahrial Shidik saat membacakan putusannya, Selasa (25/5).

Dalam gugatan yang berujung pada tuntutan materiil Rp 18 miliar dan immateriil Rp 100 miliar, PT Bali Maya Permai, PT Maya Muncar, Maya Manufacturing & Trading Co Pte Ltd, dan PT Indomaya Mas, berturut-turut juga ditarik sebagai turut tergugat I, turut tergugat II, turut tergugat III, serta turut tergugat IV.

Dalam pertimbanganya, majelis hakim berpendapat bahwa perjanjian hanya mengikat pada pihak yang membuat. Adanya klausul arbitrase, menurut hakim, tidak semua tergugat menyertakan hal tersebut dalam eksepsinya. Hanya tergugat 1 (Mitsui Indonesia), turut tergugat 1 (PT Bali Maya Permai), dan turut tergugat II (PT Maya Muncar) yang menegaskan bahwa sengketa ini harus diselesaikan melalui arbitrase berdasarkan hukum Jepang.

Sebelumnya, PT Mitora Consulting melayangkan gugatan terhadap PT Mitsui Indonesia dan Mitsui & Co Ltd karena kedua perusahaan itu dinilai beritikad tidak baik untuk membayar jasa perseroan yang bergerak di bidang konsultasi bisnis ini, dalam memfasilitasi sengketa yang sempat terjadi antara kedua perusahaan itu dengan pihak lain.

Sementara itu, tergugat II (Mitusi & Co Ltd), turut tegugat III (Maya Manufacturing & Trading Co Pte Ltd), dan turut tergugat IV (PT Indomaya Mas) tidak mencantumkan soal kompetensi absolut. Sehingga majelis hakim berpendapat klausul arbitrase tidak disepakati semua pihak dan akhirnya memutuskan Pengadilan berwenang mengadili perkara ini.

Terkait putusan ini, kuasa hukum Mitsui, seusai persidangan enggan memberikan jawabanya. Sementara itu, Darwin Aritonang selaku kuasa hukum turut tergugat I dan II mengaku sedikit kecewa. Menurutnya tanpa semua menyatakan diri dan mengakui adanya arbitrase. Sudah seharusnya sengketa diselesaikan melalui mekanisme arbitrase.

Mitora Indonesia melalui kuasa hukumnya Ervin Lubis, menyambut baik putusan ini. Pasalnya dengan putusan ini membuktikan gugatannya mempunyai dasar. "Selanjutnya kami segera mengajukan bukti terkait gugatan," katanya di Jakarta, (27/05).

Kasus ini, awalnya muncul ketika Mitsui meminta Mitora untuk memfasilitasi dan menggelar negosiasi dengan PT Bali Maya perai dan PT Maya Muncar sejak 1 November 2007. Pasca krisis moneter 1997-1998, Mistui dan kedua perusahaan memang terlilit sengketa pembayaran lisensi, produksi, distribusi produk Botan yang telah terdaftar dengan No. Register 117897 dan 121395. Mitsui juga terlibat sengketa hak distribusi Botan dengan Maya Manufacturing & Trading Co dan PT Indomaya Mas.

Kemudian, Mitora memfasilitasi penyelesain sengketa tersebut yang hasilnya, Packing license Agreemnet dan Exclusive Distributor Agreement. Tapi rupanya Mitsui tidak mau menandatangi perjanjian tersebut sampai melewati batas waktu yang disepakati. Hasilnya, Mitora tidak mendapatkan keuntungan finansial senilai pekerjaan yang telah dilakukan. Dalam gugatan, Mitora menuntut pembayaran ganti rugi sebesar Rp 18 miliar, ditambah kerugian immateriil Rp 100 miliar.

Lebih lanjut, Ervin Lubis menegaskan, Mitsui telah mempraktikkan cara-cara bisnis yang tidak mengedapankan etika bisnis yang sepatutnya.

"Mitora telah menyelesaikan tugasnya untuk memfasilitasi sengketa tersebut melalui Packing License Agreemnet dan Exclusiver Distributor Agreement. Tapi Mitsui tidak menandatangani kedua dokumen tersebut yang sudah ditandatangani Bali Maya dan Maya Muncar," papar Ervin. Ade Suherman.

Kamis, Mei 06, 2010

Kisruh Muktamar GMPI: Qoyum Sesalkan Sikap Irgan Chairul Mahfiz

Setelah dicurangi dalam Muktamar GMPI (Generasi Muda Pembangunan Indonesia), Qoyum Abdul Jabar, calon ketua yang tersingkir, berniat menyiapkan beberapa skenario. “Sebagai pembelajaran organisasi ada beberapa skenario yang sedang disiapkan teman-teman antara lain: pertama melakukan tuntutan hukum, kedua membuat organisasi tandingan dan ketiga meminta untuk melakukan Muktamar Ulang,” kata Qoyum kepada Bogor Review, Kamis (06/04) di Jakarta.

Qoyum menyesalkan sikap Sekjen PPP, Irgan Chairul Mahfiz yang terkesan membiarkan kekisruhan selama muktamar berlangsung. “Saya tidak bisa menduga siapa yang ada di balik pemaksaan pengambilan keputusan tersebut, yang jelas selama Muktamar berlangsung ada Irgan Chairul Mahfiz yang memantau 24 jam,” katanya.

Seperti diketahui, Muktamar III Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) di Asrama Haji Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (06/04) berlangsung ricuh setelah tata tertib pemilihan ketua umum bertentangan dengan AD/ART yang baru disahkan oleh muktamirin.

Kericuhan bermula ketika muktamar memasuki agenda pemilihan ketua umum pada Rabu (5/5) malam. Empat kandidat yang akan bersaing dalam pemilihan itu, antara lain Iqbal Bachtiar Chamsyah (anggota FPPP DPR), Hilman Ismail (Wakil Ketua Umum PP GMPI), Aditya (anggota FPPP DPR) dan Qoyum Abdul Jabar (Staf Khusus Menpera).

Sejak muktamar dimulai, kubu Qayum yang berasal dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU) langsung mendominasi.

Melihat lawannya melaju dengan pesat, ketiga kandidat lainnya yang berasal dari kelompok Muslimin Indonesia (MI) berkoalisi berupaya menghentikan langkah Qayum. Persaingan dua kubu ini kemudian berlanjut dalam sidang-sidang komisi hingga rapat pleno.

Perdebatan semakin sengit ketika pembahasan memasuki syarat kandidat ketua umum. Kubu NU menginginkan semua kader GMPI berhak menjadi kandidat ketua umum, sebaliknya kubu MI berusaha mempertahankan rumusan dari Steering Committee (SC) bahwa syarat menjadi kandidat minimal satu periode menjadi pengurus PP GMPI atau pun PW GMPI.

Menurut Ketua PW GMPI Jawa Timur A Sandy dalam pembahasan di tingkat komisi dan pleno, dimenangkan oleh kelompok NU, yakni semua kader GMPI berhak maju sebagai kandidat ketua umum.

"Hanya saja, ketika memasuki agenda pemilihan, justru mengacu pada tatib muktamar yakni kandidat ketua umum harus pernah menjadi pengurus PP GMPI ataupun pengurus PW GMPI," katanya.

Hal inilah yang memicu protes dari kubu NU, karena dalam AD/ART sudah diputuskan bahwa semua kader GMPI berhak maju sebagai kandidat. Kubu NU berpendapat bahwa AD/ART lebih tinggi ketimbang tatib.

"Karena tak ada jalan keluar, muktamar ricuh. Para pendukung Qayum yang didukung 75 persen memilih walk out," katanya.

Namun, kubu MI yang hanya berjumlah 25 persen menyepakati membentuk formatur yang menyalahi AD/ART. Selanjutnya, kubu MI secara aklamasi menetapkan Hilman Ismail sebagai Ketua Umum PP GMPI. Proses tersebut disaksikan langsung oleh Sekjen DPP PPP yang juga Ketua Umum PP GMPI demisioner Irgan Chairul Mahfiz.

Sandy memprotes mekanisme pemilihan tersebut. Sebab, kata dia, dalam AD/ART yang disepakati muktamirin semua persyaratan pernah menjadi pengurus PP dan PW dihapus.

Karena itulah, pihaknya menilai pemilihan ketua umum tersebut cacat hukum. "Dalam konstitusi organisasi, AD/ART berada dalam posisi tertinggi. Ini aneh, justru tatib pemilihan bertentangan dengan AD/ART tetap dipakai," kata Sandy.

Sandy juga menyayangkan sikap Irgan yang membiarkan proses politik berjalan secara inkonstitusional. Padahal, Irgan mengikuti setiap proses politik dalam muktamar. "Ini ada apa, kok proses yang inkonstitusional dibiarkan," ujarnya.

Hal senada disampaikan, Ketua PW GMPI Jawa Tengah Legiatno. Pihaknya menangkap kesan adanya proses mematikan regenerasi kepemimpinan di tubuh GMPI. Padahal, Qayum sudah berkomitmen dengan kalangan muda untuk bisa mewarnai muktamar VII PPP mendatang.

"Sekarang ini saya melihat persaingan kembali ke faksi-faksi. Padahal, ke depan pertentangan antar faksi itu dihapus," ujarnya.

Untuk itulah, pihaknya akan membawa persoalan ini ke ranah hukum. Rencananya, kubu NU akan melakukan tuntutan atas hasil muktamar yang cacat hukum. Selain itu, pihaknya juga akan mendirikan organisasi sayap baru yang anggotanya lebih mengedepankan intelektualitas dan kesantunan berpolitik.

"Dengan dukungan 75 persen muktamirin akan kami bentuk presidium agar GMPI berjalan di track yang benar," katanya.

Hal yang sama dikemukakan oleh Abdi Munif, kader GMPI. Munif menegaskan selama masalah ini tidak diselesaikan segera, jalur hukum pasti akan ditempuh dan pergolakan di tingkat cabang akan semakin membesar. “Kami tidak akan menahan-nahan cabang-cabang GMPI yang akan membentuk presidium untuk menyelamatkan organisasi,” katanya kepada Bogor Review, Kamis (06/04) di Jakarta.

Sementara itu mantan Ketua Umum PP GMPI Irgan Chariul Mahfiz membantah proses muktamar berjalan inkonstitusional. Menurut dia, proses politik sudah berjalan sesuai ketentuan. "Semua proses muktamar sudah berjalan sesuai ketentuan," ujar Irgan.

Karena itulah, apapun hasil dari muktamar tersebut harus dihormati oleh semua pihak. Pihaknya juga membantah kalau muktamar III GMPI merupakan pemanasan untuk muktamar VII PPP pada 2011 mendatang.

Mengenai ancaman tuntutan hukum, Wakil Ketua Komisi IX DPR ini juga tak mempersoalkannya karena semua warga negara punya hak yang sama di depan hukum. Ade Suherman.