Sabtu, November 22, 2014

Mengkritisi Perpanjangan Kontrak Migas



BOGOR REVIEW (Kamis, 20 November 2014) - Saat ini ada 20 kontraktor migas yang masa kontraknya akan berakhir dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Namun sampai saat ini belum ada kejelasan dari pemerintah soal skema perpanjangan kontrak terhadap sejumlah kontraktor tersebut. Isu ini mengemuka dalam bebrapa hari sehingga banyak pihak perlu mengingatkan pemerintah agar segera membuat skema perpanjanan yang adil, transparan, dan terbuka. Maklum, ke-20 kontraktor migas itu penymbang 30 persen minyak dan gas di Indonesia.

Salah satu pihak yang peduli terhadap wacana penting ini adalah Energy Nusantara. Jaringan praktisi migas yang memiliki anggota 27.000 ini menggelar Dinner Talk dengan tema: “Exploring the Right Scheme of PSC Block Extension to Strengthen National Oil & Gas Industry” yang dilaksanakan di F​our Seasons Hotel, ruang Ulos Soket Level B, Jl. HR Rasuna Said, ​​Kuningan,​ Jakarta, pada 20 November 2014.

Diskusi yang cukup dinamis ini menghadirkan pembicara antara lain: Dennie Tampubolon, Senior Vice President (SVP) Upstream Business Development PT Pertamina (Persero), Andhika Anindyaguna atau lebih dikenal dengan Bagoes, Presiden Direktur PT Sugih Energy, Ibu Frila Berlini Yaman, Presiden Direktur PT Medco E&P Indonesia, Suyitno Padmosukismo, Executive Board BIMASENA The Mines and Energy Society, serta Hadi Ismoyo, Direktur PT Petrogas Jatim Utama Cendana, BUMD Jawa Timur untuk Cepu Block dengan moderator Sri Widodo Soetardjowijono (Pemimpin Redaksi Majalah Energy Nusantara).

Adapun peserta diskusi yang hadir berjumlah sekitar 100 orang Pimpinan Perusahaan Migas (KKKS, Engineering, Kontraktor, EPC, Services), Pemerintah (SKKMigas ESDM, Kemenko), Akademisi dan Asosiasi.


CEO Sugih Energy Andhika Anindyaguna memaparkan, kemampuan perusahaan migas nasional dalam pengelolaan migas juga tidak perlu diragukan. Meski begitu, Andhika juga mendorong agar pemerintah secepatnya membuat aturan yang di dalamnya memerinci klasifikasi perusahaan swasta nasional yang layak berpartisipasi untuk mengelola blok migas. “Tidak mungkin juga perusahaan migas nasional yang belum berpengalaman diikutsertakan dalam tender. Nah, aturan ini harus dibuat secara transparan,” ujar calon ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tersebut.

Sementara Dennie Tampubolon menegaskan bahwa Pertamina siap bermitra dengan siapa saja dalam mengoperasikan blok migas yang sudah expired masa kontraknya.

Sedangkan Suyitno Padmosukismo menekankan pemerintah untuk tidak menutup-nutupi perpanjangan kontrak migas tersebut. “Saya tekankan perpanjangan kontrak migas ini harus transparan, terbuka,” paparnya.
 
Hadi Ismoyo punya permintaan tersendiri, bahwa dalam memutuskan perpanjangan kontrak pihak BUMD haris diikutsertakan. “Kami, BUMD mampu menjadi pengelola migas di Indonesia. Di Jawa Timur kami sudah membuktikannya,” katanya.

Sementara Frilla Berlini Yaman menegaskan bahwa besaran partisipasi masing-masing pihak di blok yang sedang dalam proses perpanjangan ditentukan oleh kemampuan teknis dan kemampuan finansial masing-masing, dan diperlukan persyaratan-persyaratan yang ketat sehingga hanya partisipan yang sungguh-sungguh mengembangkan blok migas tersebut yang akan dipilih. Perlu dihindari pihak-pihak yang hanya menjadi pemburu rente di industri migas.

Dari
berbagai macam pandangan tersebut, akhirnya moderator menyimpulkan beberapa hal penting antara lain:
1.      Untuk memperkuat Ketahanan Energi Nasional diperlukan partisipasi aktif dari semua pelaku industri migas termasuk BUMN Energi, BUMD,  Perusahaan Migas Swasta Nasional serta perusahaan Migas asing yang tetap diperlukan sesuai dengan kemampuannya.

2.      Sejalan dengan kebijakan Kementrian ESDM di sektor Migas untuk mencapai target 50% pelaksanaan kegiatan usaha hulu Migas adalah perusahaan Migas nasional di tahun 2025, diperlukan langkah nyata Pemerintah mulai dari sekarang.
Pemerintah patut mempertimbangkan agar kesempatan berpartisipasi diberikan juga kepada Perusahaan Migas Swasta Nasional yang mempunyai kredibilitas dan rekam jejak yang jelas. Demi memenuhi rasa keadilan, maka kapabilitas dan kapasitas BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta nasional perlu diperhatikan dalam setiap perpanjangan kontrak migas yang akan berakhir.

3.      Perpanjangan kontrak blok migas harus diputuskan dalam 5 tahun sebelum berakhirnya kontrak blok migas tersebut agar tidak menghambat tingkat produksi migas, kegiatan eksplorasi dan investasi di blok tersebut.

4.      Partisipasi BUMN, BUMD dan perusahaan swasta migas nasional ditentukan di awal proses perpanjangan kontrak migas yang akan berakhir, dengan mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas masing-masing pihak  agar dapat bersinergi untuk menciptakan industri hulu migas nasional yang tangguh.


5.  Untuk mendukung investasi migas dan mempertahankan produksi migas dalam kurun waktu delapan tahun terakhir di suatu kontrak migas, Pemerintah perlu memberikan skema accelerated depreciation kepada operator migas yang akan berakhir kontraknya, sehingga kontraktor migas mendapat kepastian dalam pengembalian investasinya.

Berakhirnya suatu kontrak Blok Migas menimbulkan 2 sisi permasalahan, pertama permasalahan untuk mempertahankan tingkat produksi Migas dengan investasi yang paling minimum sampai dengan masa berakhirnya kontrak dan permasalahan yang kedua adalah pengembalian nilai investasi yang sudah dikeluarkan oleh kontraktor selama masa produksi sebelum berakhirnya kontrak. Pemerintah harus menjamin bahwa investasi yang sudah dikeluarkan oleh Kontraktor akan mendapatkan pengembalian sebelum berakhirnya kontrak dari suatu blok Migas.

6.  Pemerintah perlu mempertimbangkan prioritas perpanjangan kontrak migas yang akan berakhir berdasarkan skala produksi.  Untuk mendukung tumbuhnya industri migas nasional yang tangguh, blok migas yang akan berakhir dengan skala produksi yang kecil {sampai dengan 2,500 ( atau 1500) boepd } diprioritaskan pengelolaannya kepada perusahaan migas swasta nasional dan BUMD melalui mekanisme “lelang terbuka” .

Fiscal term (termasuk equity split) di dalam perpanjangan kontrak migas sangat tergantung kepada keekonomian blok migas tersebut. Fiscal term yang baru harus memenuhi persyaratan tingkat keekonomian kedua belah pihak, yaitu Pemerintah Indonesia dan kontraktor migas. (Sarwono)