Minggu, Januari 10, 2010

Putuskan Kerja Sama Sepihak, Jasa Marga Dianggap Licik

PT Jasa Marga memutuskan secara sepihak kontrak kerja sama dengan PT Bangun Tjipta Sarana. Akibatnya PT BTS menderita kerugian Rp 4,5 triliun.

Perseteruan PT Jasa Marga dengan PT Bangun Tjipta Sarana, belum berakhir. Kuasa Hukum PT BTS, OC Kaligis, mengaku sangat kecewa dan menyesalkan pengingkaran kerjasama yang dilakukan PT Jasa Marga Tbk sebagai mitra kerja kliennya yang dirintis lebih dari 20 tahun.

"Kami katakan Jasa Marga licik. Kami benar-benar kecewa dan menyesalkan atas pernyataan Jasa Marga di beberapa media yang menyatakan perjanjian kerja sama pembangunan jalan tol ruas Cibitung-Cikampek yang dibuat pada tanggal 16 Oktober 1992 telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Seharusnya PT Jasa Marga lebih dewasa menyikapi masalah ini," ungkap Kaligis kepada BOGOR REVIEW, Kamis (7/1/10) di Jakarta.

Dengan menyatakan adanya kerugian negara akibat perjanjian tersebut, kata Kaligis sadar atau tidak sadar, PT Jasa Marga telah menggiring opini publik yang sesat yang kemudian dapat mempengaruhi "court of justice".

Padahal, lanjut Kaligis, jika benar ada kerugian negara akibat perjanjian itu, direksi PT Jasa Marga sudah diperiksa, ditangkap, dan dituntut KPK atau kejaksaan.
Sebelumnya dilaporkan, Jasa Marga melalui kuasa hukumnya Taufik Arizar meminta majelis hakim untuk mengeluarkan penetapan atas permohonan provisi, yaitu penghentian kewajiban Jasa Marga untuk bagi hasil. "Kerugian Jasa Marga dari pembagian hasil itu sudah sangat besar, sehingga kami mengajukan permohonan provisi," katanya, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (21/12).

Sengketa antara PT Jasa Marga dengan PT Bangun Tjipta Sarana, terjadi pada 2000 saat Jasa Marga hendak melebarkan ruas tol Jakarta-Cikampek untuk mengantisipasi pengoperasian jalan tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) pada tahun 2005 dan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang terhubung Tol Jakarta-Cikampek pada 2007.
Kuasa Hukum PT Bangun Tjipta Sarana (BTS), OC Kaligis, mengaku sangat kecewa dan menyesalkan pengingkaran kerjasama yang dilakukan PT Jasa Marga Tbk sebagai mitra kerja kliennya. “Kerjasama baru berakhir pada 2015, tetapi diputus sepihak sebelum kerjasama berakhir,” katanya.

Kaligis menegaskan BTS adalah salah satu pionir dalam swatanisasi pembangunan jalan tol. Pada tahun 1986 pemerintah mulai menyadari bahwa dana APBN terbatas dan apabila jalan tol didanai oleh swasta maka dana APBN dapat dialokasikan dan diprioritaskan untuk pembangunan dan pemeliharaaan jalan non-tol ditempat lain.

Pada saat itu Jasa Marga (JM) adalah otorisator/regulator jalan tol. Kemampuan dana JM pada tahun 1988 terbatas, sehingga untuk membangun infrastruktur jalan tol diperlukan kerjasama investasi dengan pihak swasta. Dalam investasi jalan tol Cikampek-Cibitung JM melakukan kerjasama bagi hasil dengan BTS. Maka pada tanggal 16 Oktober 1992 JM dan BTS menandatangani Akta Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil No. 109 untuk masa 26 tahun.

Besarnya bagi hasil adalah 31 persen untuk PT JM dan 69 persen untuk PT BTS. Selain itu masih dilakukan kenaikan tarif oleh JM sebesar 30 persen tiap tiga tahun. Pembangunan ruas tol Cikampek-Cibitung oleh BTS dengan risiko BTS sendiri, sedangkan operasional dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab Jasa Marga.

Dalam perjalanannya, ternyata selama 11 tahun (1992-2003) tidak ada kenaikan tarif tol. “Atas hal itu BTS dirugikan Rp 4,5 triliun,” kata Kaligis.

Pada saat perjanjian berakhir, Jalan Tol Cikampek-Cibitung diserahkan kepada JM. Adapun keadaan terakhir jalan tol itu berada pada kondisi baik, memiliki nilai ekonomis sangat tinggi, masih bisa beroperasi 100 tahun lagi atau bahkan lebih, dan tidak ada residual value yang harus dibayar JM. Juga secara finansial JM mendapatkan aset yang nilainya Rp 18,5 triliun.

"Nah, setelah jalan tol ruas Cibitung-Cikampek itu selesai dibangun dan dimanfaatkan bertahun-tahun, kok malah sekarang dibilang merugikan keuangan negara. Sedangkan pihak PT Jasa Marga Tbk selama lebih dari 20 tahun menikmati 31 persen dari bagi hasil yang diperjanjikan. Belum lagi dihitung besarnya benefit ekonomi dan benefit sosial dari tersedianya infrastruktur jalan tol ruas Cibitung-Cikampek. Ini semua diabaikan dan tidak dihargai oleh PT Jasa Marga Tbk," ungkap Kaligis.

Sementara Corporate Secretary PT Jasa Marga (Persero) Tbk Okke Merlina menegaskan bahwa sebenarnya pihak Jasa Marga sudah mengajak Bangun Tjipta untuk melakukan review perjanjian dengan bersama-sama menunjuk konsultan independen, namun tidak mendapat respon yang positif.

Dalam hal ini, lanjut Okke, BTS bukanlah investor, melainkan kontraktor yang membangun ruas itu dengan pembayaran bagi hasil itu. Investasinya ketika itu Rp 71 miliar.

Setelah berjalan 16 tahun, menurut hasil audit BPKP maupun konsultan profesional menyebutkan bahwa perjajin ini tidak wajar, karena salah satu parameter pokok yaitu volume lalu lintas sudah berubah scara drastis. Sampai dengan Desember 2008 BTS telah menerima pembayaran lebih dari Rp 650 miliar. "Bandingkan dengan nilai investasi Rp 71 miliar," kata Okke. Ade Sunarja.