Selasa, Agustus 12, 2008

Lukas Sukarmadi, SH,”Borgol Koruptor Tidak Melanggar HAM”

Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal penggunaan seragam khusus dan borgol bagi tersangka maupun terdakwa kasus dugaan korupsi mendapat reaksi yang beragam. Menurut Lukas Sukarmadi SH, dari Trisaka Law Firm International, pemborgolan terhadap tersangka korupsi tidak melanggar hak asasi manusia.

Namun, pengenaan borgol tidak berarti semua koruptor harus diperlakukan serupa. "Seseorang yang masih diduga sebaiknya tidak perlu memakai baju khusus, apalagi koruptor kelas teri, karena tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan," kata Lukas kepada Bogor Review, Selasa (12/08) di Jakarta.

Lukas berpendapat, para koruptor kelas teri belum tentu ikut menikmati hasil korupsinya. Terkadang mereka hanya menjadi korban dari pelaku utama yang justru tidak disentuh oleh penegak hukum. Maka, sebaiknya mereka tidak perlu diborgol.

Lebih lanjut Lukas menyatakan dapat memahami keinginan masyarakat mendukung upaya KPK. Sebab, publik sudah merasa geram dengan perilaku para koruptor yang merugikan negara. Namun, di mata masyarakat yang sudah mengetahui seluk beluk hukum dan permainannya akan berkata lain karena terkadang para koruptor yang dipenjara hanyalah korban. “Jadi, masyarakat harus jeli melihat permainan di dunia hukum kita,” paparnya.

Menurut Lukas, pemakaian seragam khusus kepada para koruptor memang perlu, dan yang jelas hal seperti itu tidak melanggar HAM. Lukas juga mencontohkan bahwa hakim dan jaksa yang sedang bertugas juga menggunakan seragam khusus sebagai ciri sedang melaksananakan tugas memeriksa perkara pada sidang pengadilan.

Oleh karena itu, menurut Lukas, jika terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi diberi pakaian atau seragam khusus sebagai ciri mereka, hal itu juga tidak masalah. “Contoh seperti ini menunjukkan ciri bahwa terdakwa korupsi sedang bermasalah, walaupun memakai jas dan dasi tanpa warna dan modelnya didesain khusus," kata pengacara muda ini.

Usulan KPK, lanjut Lukas, perlu segera diterapkan untuk menimbulkan budaya malu dan menciptakan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

Lukas mengingatkan pihak pengadilan harus segera memulihkan nama baik para terdakwa jika di kemudian hari terbukti tidak bersalah. “Jika nanti terdakwa kasus korupsi dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, negara harus merehabilitasi namanya,” pesan Lukas.

Lukas mengaku prihatin terhadap adanya tingkah laku para koruptor yang terkesan merasa tidak bersalah. Bahkan, saat masuk penjara, para koruptor sambil tertawa atau tersenyum, mengenakan pakaian jas dan dasi lengkap dengan pengawalan tersendiri. (Sadewo).