Selasa, September 02, 2008

RSUD Balaraja, Masalah Perdata

Penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tangerang tentang adanya dugaan korupsi dalam pembangunan RSUD Balaraja menurut pengacara senior O.C. Kaligis salah sasaran.

O.C. Kaligis menyarankan Kejaksaan Negeri Tangerang untuk menggunakan jalur perdata, jika pembangunan RSUD Balaraja dinilai tidak sesuai kontrak. “Seharusnya kalau ada masalah dalam pembangunan RSUD, diselesaikan dengan cara perdata,” katanya dalam jumpa pers di kantornya Selasa, (2/09).

Penjelasan itu disampaikan O.C. Kaligis dalam posisinya sebagai kuasa dari John Chaidir, Dirut PT Glindingmas Wahana Nusa.

Didampingi para tim pengacara lainnya, Kaligis menegaskan bahwa masalah Kontrak Pemborongan yang dilakukan oleh PT Glindingmas Wahana Nusa dengan Dinas Kesehatan Provinsi Banten merupakan ranah hukum perdata. Sebab, dasar dari pengerjaan proyek pembangunan tersebut adalah Perjanjian antara Dinas Kesehatan dengan Pihak Kontraktor. “Maka dari itu, harus diseleaikan dengan jalur perdata, bukan pidana,” tegasnya.

Proyek Rumah Sakit Umum Daerah Balaraja di Kabupaten Tangerang, Banten berawal dari adanya usulan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk membangun RS tipe B. Dalam merealisasikan proyek tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang melalui Dinas Kesehatan Provinsi Banten telah melakukan kerja sama dengan PT Glindingmas Wahana Nusa yang tertuang dalam Kontrak Pemborongan Nomor 03-b/Konstr/PU/PA/APBN/KES/VI/2006 dan Addendum I Nomor 06-b/Konstr/PU/PA/APBN/KES/VI/2006 tertanggal 15 November 2006.
Terhadap Kontrak Pemborongan tersebut pada minggu ke-25 PT Glindingmas Wahana Nusa telah melakukan seluruh kewajibannya.

Kaligis menegaskan bahwa dalam pelaksanaan proyek pembangunan RSUD telah dibentuk Konsultan Pengawas yang bertugas mengawasi jalannya pelaksanaan proyek. Selama pelaksanaan proyek, Konsultan Pengawas tidak pernah memberikan teguran ataupun keluhan atas kinerja PT Glindingmas Wahan Nusa.

Dengan telah dilaksanakannya seluruh kewajiban PT Glindingmas Wahana Nusa sebagaimana diatur dalam Kontrak Pemborongan, maka menurut Kaligis, apabila terdapat permasalahan yang timbul dari Kontrak Pemborongan tersebut harus diselesaikan melalui Hukum Perdata, bukan merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana dugaan Kejaksaan Negeri Tangerang. (Wid).


KRONOLOGI

1. Bahwa terdapat kebutuhan akan adanya RSUD Balaraja dengan rencana tipe B. Pelaksanaan pembangunan akan dilakukan dalam 4 tahap. Tahapan itu adalah:
Tahap I (2006)
Bangunan gedung kantor dan gedung UGD, ICU/ICCU.

Tahap II (2007)
Bangunan gedung instalasi rawat jalan, gedung radiology, laboraorium, farmasi & pusat steril, gedung instalasi bedah pusat dan rehabilitasi medik, pengolahan limbah cair dan padat.

Tahap III (2008)
Gedung instalasi kebidanan dan anak, rawat inap, gedung instalasi gizi & cuci, gedung workshop dan gedung kamar mayat.

Tahap IV (2009)
Bangunan gedung rawat inap B dan rawat inap C.

2. Bahwa hingga kini pembangunan baru mencapai Tahap I dari 4 tahap yang direncanakan, karena APBN yang diperlukan baru turun untuk pengerjaan Tahap I.

3. Bahwa dalam proses pelaksanaan pembangunannya dilakukan proses lelang secara terbuka untuk pelaksanaan proyek pembangunan RSUD BalarajaTahap I tersebut, adapun hasil lelang tersebut menetapkan PT Glindingmas Wahana Nusa sebagai pemenang lelang proyek.

4. Bahwa dasar pelaksanaan pembangunan RSUD Balaraja Tahap I, diatur di dalam Kontrak Pemborongan antara Dinas Kesehatan Provinsi Banten dengan PT Glindingmas Wahana Nusa.

5. Sesuai dengan rencana pembangunan tahap I, daftar pekerjaan yang harus dilakukan oleh Kontraktor adalah pembangunan gedung kantor, bangunan UGD dan ICU/ICCU dan prasarana penunjang lain. Dalam pengerjaan dan pelaksanaan proyek pembangunan, Kontraktor bekerja sesuai dengan perencanaan yang ada (DED), spesifikasi teknis yang ada (RKS), kualitas yang ditentukan (RAB) dan sesuai dengan waktu pelaksanaan yang ditetapkan, dan selama pengerjaan proyek pembangunan selalu dilakukan laporan mingguan kepada Dinas Kesehatan.

6. Saat ini pekerjaan proyek pembangunan RSUD Balaraja Tahap I secara kuantitas telah selesai 100% sesuai dengan RAB KOntrak dan sudah dilakukan serah terima kepada pihak Dinas Kesehatan.

7. Bahwa sesuai dengan rencana yang ada, pembangunan yang dilakukan oleh Kontraktor adalah pembangunan Tahap I dari IV tahap yang ada, sehingga sebelum dioperasionalkannya RSUD, secara keseluruhan, pihak Kontraktor melakukan pengamanan terhadap perlengkapan sanitair dan amartur listrik beserta material kelengkapannya. Pihak Kontraktor telah menginformasikan dan mendapatkan persetujuan dari Dinas Kesehatan Provisnis Banten, perihal pengamanan terhadap berbagai material tersebut.

8. Bahwa terhadap material sanitair dan amartur listrik tersebut dilakukan penyimpanan di dalam salah satu ruangan RSUD Balaraja yang telah ada, kemudian dikunci, dan penyimpanan tersebut telah tercantum dalam Berita Acara Penilaian Hasil Pekerjaan.

9. Bahwa pihak Kontraktor bertanggungjawab terhadap segala kerusakan pada bangunan sejak dilakukannya FHO (serah terima barang tahap akhir) sampai dengan waktu bangunan akan dioperasikan, atau hingga batas waktu yang ditentukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak dan dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesanggupan.

10. Bahwa untuk pembangunan Tahap I, telah dilakukan serah terima dengan catatan adanya pengamanan terhadap pekerjaan sanitair dan amartur listrik serta beberapa pekerjaan pasagan material lainnya.

11. Bahwa setelah selesainya pekerjaan, ditemukan beberapa kendala antara lain:

- Belum jelasnya, akan akan dioperasikan RSUD Balaraja.
- Terjadinya gangguan keamanan berupa pencurian barang-barang yang sudah terpasang dan dilaporkan ke Polisi.
- Kerusakan bangunan akibat tidak beroperasinya bangunan tersebut sejak 12 Juni 2007 sampai saat ini.

12. Bahwa terhadap material sanitair dan amartur listrik yang belum terpasang, pihak Kontraktor telah menyanggupi untuk melakukan pemasangan apabila RSUD Balaraja akan dioperasikan secara penuh ataupun ada instruksi dari pihak terkait. Perlu diketahui hingga saat ini sebagai itikad baik dari pihak Kontraktor dalam melaksanakan isi perjanjian, pihak Kontraktor masih menempatkan tenaga keamanan yang menjaga barang-barang yang masih tersimpan.

13. Tindakan pengamanan yang diambil oleh pihak Kontraktor dan atas persetujuan Dinas Kesehatan terhadap material sanitair dan amartur listrik bertujuan untuk mencegah kerugain yang mungkin timbul.

Kesimpulan

Bahwa apabila ada masalah di dalam pembangunan RSUD, maka masalah tersebut merupakan ranah hukum perdata, karena dasar dari pengerjaan proyek pembangunan tersebut adalah Perjanjian antara Dinas Kesehatan dengan Pihak Kontraktor.

Bahwa masing-masing pihak, baik Kontraktor maupun Dinas Kesehatan sudah memenuhi kewajibannya, mengapa baru di kemudian hari dipersoalkan.

Bahwa hingga saat ini RSUD belum bisa dioperasikan lantaran pembangunan secara keseluruhan belum tuntas.

Bahwa proses pembangunan RSUD tersebut sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku, mulai dari proses lelang, kontrak, sampai pengerjaan fisik yang sangat jelas dan lengkap. (Tim Bogor Review)