Selasa, April 20, 2010

Dugaan Malpraktik Bayi Buta: O.C. Kaligis Minta Polisi Buka Kembali SP3

Polda Metro Jaya diminta membuka kembali SP3 yang sudah dikeluarkan. Permintaan ini disampaikan oleh Yulius Irawansyah dari kantor O.C Kaligis kuasa hukum Juliana Ong, ibunda bayi kembar yang mengalami kebutaan. “Kami minta kepada Polda Metro Jaya atau Polri untuk membuka kembali SP3, untuk kemudian dilakukan penyidikan secara profesioanal dan proporsional,” katanya kepada The Bogor Review, Selasa (20/04) di kompleks Majapahit Permai, Jakarta Pusat.

Yulius mengaku ada kejanggalan terhadap keluarnya SP3 yang dikeluarkan oleh Polda Metro Jaya atas kasus dugaan malpraktik di RS Omni Internasional. “Pada 12 Noverber 2009 kami menyurati Kapolri, tetapi belum ada jawaban dari Kapolri, tiba-tiba sudah keluar SP3 dari Polda. Ini kan aneh,” kata Yulius.

Ketidakwajaran itu juga tampak pada proses pengeluaran SP3 yang tidak didahului dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). "Seharusnya sebelum dikeluarkan SP3, dikeluarkan dua kali SP2HP. Ini nggak. Saya baru terima SP2HP pertama tertanggal 5 November 2009," katanya.

Setelah dikeluarkannya SP2HP yang pertama, Yulius mengaku tidak pernah menerima SP2HP yang kedua. Hingga pada 16 November 2009, kilennya menerima SP3.

Di samping itu, kata Yulius, ada bukti-bukti baru yang disampaikan oleh salah satu dokter RS Omni Internasional, yakni dokter Antonius dalam sebuah rekaman yang dilakukan oleh Juliana. “Saya rasa bukti rekaman itu bisa menjelaskan apa yang terjadi pada bayi tersebut,” tambahnya. Tidak hanya itu, pihak O.C. Kaligis juga siap menghadirkan dokter spesialis mata yang didatangkan dari Australia.

Dalam rekaman antara Yuliana dengan dokter RS Omni Internasional, Dr Antonius yang dipertontonkan di depan wartawan, Antonius menegaskan bahwa meski lahir prematur, Jared dan Jayden lahir dalam keadaan sehat. Yang menyebakan kebutaan terhadap Jared, kata Antonius, adalah dokter anak yang menangani kedua anak kembar tersebut pasca dilahirkan. “Itu salahnya dokter anak yang menangani incubator,” katanya. Antonius juga mengaku bahwa dirinya pernah datang ke rumah Yuliana untuk melakukan perdamaian. Namun ketika itu Yuliana tidak ada di rumah.

Rekaman itu kata Yuliana, diambil secara sembunyi-sembunyi ketika ia berkonsultasi dengan Antonius, dokter yang menangani kandungan dirinya 05 April 2010 lalu. “Sejak ada rekaman itu, Dr Antonius tidak bisa dihubungi lagi,” aku Yuliana.

Dalam catatan medis yang dimiliki Juliana, putra kembarnya tidak mengalami ROP (retinopathy of prematurity), sebab mereka lahir pada usia 33 minggu dan berat badan di atas 1,5 gram. Sedangkan bayi yang mengalami ROP, kata Juliana adalah bayi yang lahir dalam usia di bawah 31 minggu dan berat badan di bawah 1,250 gram. “Bayi-bayi yang lahir prematur dengan berat badan kurang dari 1.250 gram dan umur lahir kurang dari 31 minggu, berisiko mengalami ROP,” katanya. Penyakit ROP adalah kelainan pada mata yang disebabkan gangguan perkembangan retina (selaput saraf yang melapisi dinding dalam bola mata) pada bayi prematur.

Juliana heran mengapa RS Omni mengaku tidak bersalah atas kasus malpraktik terhadap anaknya. Padahal menurut pengakuannya, ia pernah diajak berdamai oleh salah satu petugas RS Omni Internasional. Mereka menawarkan uang damai Rp 2,5 miliar, tetapi ditolaknya. “Saya ingin membuktikan di pengadilan atas dugaan malpraktik, dan saya ingin mendorong segera dibuat RUU Malpraktik oleh Komisi IX DPR RI. Maka dari itu berapapun besar uang perdamaian itu, akan saya tolak. Hak hidup anak saya terampas oleh kelalaian RS Omni,” tegasnya.

Untuk memperjuangkan anak kembarnya dari keteledoran RS Omni Internasional, Juliana hari ini akan diterima mantan Megawati di kantor PDIP Lenteng Agung. Megawati kata Juliana berjanji akan menyurati meminta Kapolri untuk membuka kembali SP3.

Seperti diketahui, Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 16 November 2009 mengeluarkan SP3 atas kasus dugaan malpraktik kerusakan mata Jared dan Jayden oleh dokter Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera.

Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar mengatakan pihaknya, penyidik Renakta, telah menertibkan SP3 atas kasus tersebut. "Penerbitan itu sudah melalui gelar perkara yang dihadiri pejabat-pejabat yang terkait termasuk saksi ahli dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," ujarnya kepada wartawan, Kamis 10 Desember 2009.

Jared dan Jayden terlahir kembar prematur sekitar setahun lalu. Mereka terlahir 10 minggu sebelum jadwal kelahiran normalnya. Kala itu sang ibu sudah mengalami pecah ketuban sehingga bayi harus dikeluarkan. Diduga akibat kelambanan penanganan, Jared mengalami buta permanen, sedangkan Jayded silinder 2,5.

Atas gugatan itu, Direktur RS Omni Internasional, Bina Ratna, membantah, tim dokter rumah sakitnya yang menangani persalinan Jared dan Jayden melakukan malpraktik. Penanganan bayi kembar yang dilahirkan prematur itu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur atau SOP. Asep Sutarna.