Rabu, Oktober 15, 2008

Catatan Kecil Reuni SMPN 22 Purworejo

Pagi yang cerah. Sabtu, 04 Oktober 2008, tepat Lebaran hari ketiga Syawal 1429 H. Desa Pelutan yang kering dan gersang terasa sejuk dan menyegarkan. Situasi SMPN 22 Purworejo, lain dari biasanya. Dari sudut-sudut sekolah tampak kerumunan orang. Mereka bercengkerama, bersenda gurau, saling peluk, cium, dan cubit. Di sudut yang lain ada yang berbicara serius dan terlihat saling tukar kartu nama. Suasana cukup meriah dan penuh keharuan. Jika diibaratkan, suasana ketika itu bagaikan seorang anak yang baru ketemu ibunya setelah puluhan tahun terpisah. Lingkungan sekolah yang berdiri di atas areal seluas 2 ha itu beralamat desa Pelutan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Ya. Itulah sekilas pemandangan sesaat sebelum acara reuni akbar SMP N 22 Purworejo dimulai.


Reuni itu bertempat di gedung Pusgiwa (pusat kegiatan siswa) SMP N 22 Purworejo. Hampir semua angkatan berada di ruangan itu, meski hanya diwakili beberapa alumni saja. Pertemuan antara bekas siswa dan para guru itu terjadi untuk yang pertama kalinya sejak sekolah ini berdiri tahun 1983. Secara keseluruhan, reuni ini terbilang sukses karena dari 1000 undangan yang disebar, yang hadir tercatat lebih dari 500 orang. “Untuk permulaan saya kira sudah bagus,” kata Kardiyono, ketua panitia alumni.

Sementara menurut kepala sekolah SMP N 22 Purworejo, Sukadi, SPd., keinginan untuk mengumpulkan para mantan siswanya sudah tercetus beberapa tahun yang lalu. Tapi karena faktor komunikasi dan kesiapan maka baru tahun 2008 ini bisa terlaksana. “Kita kehilangan kontak terhadap para alumni yang sudah menyebar ke seluruh nusantara. Alhamdulillah sekarang bisa terlaksana,” kata Sukadi.

Lebih jauh Sukadi memohon kepada para alumni agar ingat masa lalunya. Mengutip pesan Bung Karno bahwa kita sebagai bangsa yang baik, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kepada para alumni yang sudah sukses melampaui para guru-guru yang masih setia mendidik siswa, Sukadi berharap agar bersedia membantu pembangunan fisik gedung Pusgiwa yang saat ini masih dalam proses pembangunan. Di samping itu pihak sekolah saat ini belum memiliki drum band. “Masak kita kalah sama SD Kemiri yang sudah memiliki peralatan drum band yang modern,” kata Sukadi membandingkan.

Perihal berapa jumlah alumninya, sejauh ini pihak almamater SMP N 22 Purworejo belum memiliki data lengkap jumlah serta penyebaran para alumni. Namun menurut Dwi Atmanto, guru sastra yang sudah mengabdi lebih dari 20 tahun, mengatakan bahwa dalam hitungan kasar, SMPN 22 Purworejo telah meluluskan sekitar 5000 siswa. “Makanya kalau sudah terbentuk ikatan alumni, data itu pasti bisa kita kumpulkan,” papar Dwi.

Dwi berharap para alumni yang ada di luar Purworejo bisa bersatu membentuk satu ikatan yang kemudian saling komunikasi dengan pihak sekolah. “Saya yakin kalau ada niat, ada kemauan, pasti ada hasilnya,” kata Wong Loano itu optimis.

Terlihat, para guru wanita seperti Ibu Mulyati, Ibu Sri Subekti, Ibu Ropi, Ibu Siti Dwi Atmanto dan pahlawan tanpa tanda jasa lainnya, masih tampak segar dan cantik. Apalagi Pak Marmono, Pak Supriyadi, dan Pak Hidayat, "Kok awet muda ya," kata Prapto Waluyo terheran-heran.

Sementara Nuryanto, ketua alumni, yang juga kepala desa Sidoleren mengatakan banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan. “Semua pengalaman itu merupakan cambuk buat saya untuk lebih maju,” kata siswa yang menempuh jarak lebih dari 10 km dari rumah ke sekolah dengan berjalan kaki.

Menurut informasi dari mulut ke mulut, para lulusan SMP N 22 Purworejo terbilang sukses merintis dunia kerja. Dari sekolah di pinggiran utara kota Purworejo ini, para siswa banyak yang bisa melanjutkan ke SMA Negeri lalu melaknjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Mereka ada yang bisa kuliah di UGM, UNDIP, UNSOED, STAN, bahkan UI.

Di samping itu, para alumni SMP N 22 Purworejo, saat ini ada yang menduduki jabatan penting baik di pemerintahan maupun swasta. “Dari informasi yang saya dapatkan, banyak alumni sekolah ini yang bisa menjadi pengusaha sukses, dosen, dokter, pegawai negeri, camat, lurah, anggota dewan, bahkan ada yang menjadi intel dan wartawan,” kata Sukadi.

Tercatat ada beberapa lulusan yang menjadi pengusaha sukses seperti Sri Sukapti yang menjadi konglomerat di Denpasar Bali, Muhammad Sobiq Komaruddin menjadi pengusaha property di Jakarta, Sudarman memiliki bengkel di Depok, Prapto Waluyo dipercaya mengelola Farabi, sekolah musik milik penyanyi Ita Purnamasari, Sugiharti menjadi bidan terkenal di Depok, Fitri memiliki beberapa butik di Tanah Abang, Supratman menjadi dosen di Palembang, Sukasno menjadi guru di Surabaya, Setyo Rudi Prayitno menjadi Manajer di United Traktor, Adi Suharto menjadi intel di BIN.

Sementara yang masih setia menjaga kampung halaman juga tidak kalah sukses. Siti Rokhayah sukses mengelola sekolah mode dan warung soto, Edy Sutowo sukses membuka usaha fotografi dan mengorganisir keperluan pesta, Sigit Heru Waluyo menjadi mantri di Banyuurip, Yuhdin Yayid menjadi ustad di Kragilan, Sutrismanto sukses mengelola belasan hektar sawah dan perikanan di Winong Lor, Siti Charis Nurchlishoh menjadi Camat di Kemiri, Umi Nazilah menjadi saudagar di Bruno yang baru saja naik haji, dan Titik Andayani yang puas menjadi ibu rumah tangga dan wanita sholehah. Mantan gadis kampus ini, sekarang tinggal di Bintaro bersama suami dan satu anaknya.

Meski demikian ada juga para alumni yang menjadi petani, sopir angkot dan juga pengangguran. “Itulah keadilan Tuhan,” kata Wowok, panggilan akrab Eddy Sutowo dengan bijaksana. Reuni ditutup dengan penampilan band yang cukup meriah dari anak-anak lulusan tahun 2005.

Sebagai tambahan informasi, SMPN 22 Purworejo dulu merupakan SMP N 1 Gebang. Atas kebijakan Menteri Pendidikan Nasional untuk memudahkan kontrol sekolah, maka nama-nama sekolah harus diseragamkan mengacu pada daerah tingkat II atau kota madya yang terjadi di seluruh wilayah NKRI.

Mudah-mudahan, reuni kali ini bukan reuni yang pertama dan terakhir.

Jika ada informasi lain silakan kirim ke masdodi@yahoo.com.